Translator




EnglishFrenchGerman SpainItalianDutchRussianPortugueseJapaneseKoreanArabicChinese Simplified


Kamis, 12 April 2012

Pemikiran Ekonomi Ibnu Hazm (994-1064 M)

A. Riwayat Hidup

            Ibnu Hazm, bernama lengkap Abu Muhammad Ali Ibn Abu Umar Ahmad Ibn Said Ibn hazm al-Qurthubi al Andalusi, lahir pada akhir bulan Ramadhan 184 H (994 M).
Ia berasal dari sebuah keluarga bangsawan dan kaya. Ayahnya adalah Abu Umar Ahmad, seorang keturunan Persia dan wazir administrasi pada masa pemerintahan Hajib al-Mansur Abu Amir Muhammad bin AbuAmir al-Qanthani (w. 192 H) dan Hajib Abdul Malik al-Mudzaffar (w. 399 H/1009 M).
            Sejak ibunya wafat , Ibnu Hazm kecil tinggal di istana dengan para pengasuh yang terdiri dari para wanita terpelajar. Mereka mengajarkan baca tulis, membaca dan memahami maksud al-Qur’an serta berbagai syair Arab. Setelah itu, Ibnu Hazm diserahkan kepada Abu Ali al-Husein bin Ali al-Fasi, seorang ulama yang mengesankan hatinya, baik dari segi ilmu, amaliah, maupun kewara’-annya. Ia belajar hadis untuk pertama kalinya kepada Amir al-Jasur ketika berusia 16 tahun.Ibnu Hazm mempelajari ilmu dari ulama lainnya, baik selama ia menetap di Kordova maupun selama pengembaraannya diberbagai kota hingga Maroko.
Ia menyerap berbagai ilmu agama dan umum, seperti tafsir dan hadis, fiqih, ushul fiqh, teologi,perbandingan agama, bahasa, sastra, sejarah, dan filsafat. Keberhasilan Ibnu Hazm tidak terlepas dari arahan orang tuanya yang menyukai ilmu pengetahuan, disamping ketekunan dan kesungguhan diri serta kecerdasan yang luar biasa.

B.      Karir, Kondisi Sosial-Politik, dan Kecenderungan Mazhabnya

            Dalam ketidakpastian politik, Ibnu Hazm mengikuti jejak ayahnya sebagai wazir sebagai tiga periode, yakni pada masa Khalifah Abdurrahman IV al-Murtadha yang menjadi pembantu Umayyah, pada masa Abdurrahman V al-Mustanshir, dan pada masa Hisyam al-Mu’tad.Sepanjang hayatnya, Ibnu Hazm tidak hanya terlibat dalam pekerjaan administrasi negara. Setelah situasi cukup aman, ia mulai mengembangkan karirnya sebagai pengajar dan penulis hingga akhir hidupnya.Ibnu Hazm wafat di desa Manta Lisham, dekat Sevilla.
Tumbangnya Dinasti Umayyah dan kegagalan di bidang politik tersebut menyadarkannya untuk kembali menekuni dunia keilmuan secara lebih serius dan intensif hingga membawanya ke puncak keilmuan dan mengukirkan diri dalam sejarah perkembangan intelektual Islam. Pada awalnya, Ibnu Hazm menganut mazhab Maliki yang ketika itu merupakan mazhab mayoritas dikawasan Andalusia dan Maghribi pada umumnya.
            Dalam Perkembangan selanjutnya, Ibnu Hazm beralih ke mazhab Syafi’i. Perpindahan ini agaknya merupakan bagian dari proses pembentukan dan masa transisi kearah pencarian, pematangan diri, dan kemandirian pemikirannya. Perpindahan tersebut memperlihatkan ketidak puasannya terhadap mazhab Maliki, sikap ulama dan masyarakat dalam bertaklid kepada mazhab ini secara fanatik. Kecenderungan Ibnu Hazm terhadap mazhab Zhahiri tampaknya terkait erat dengan fenomena sosial politik dan keagamaan di Andalusia pada masa hidupnya. Krisis politik yang berkepanjangan mengakibatkan runtuhnya kekhalifahan. Penyelewengan dan kezaliman al-Muluk al-Thawaif  berakar pada ketidak tegasan pelaksanaan syariat Islam, bahkan cenderung meninggalkannya. Sebagai fuqaha mazhab Maliki di Andalusia yang memegang jabatan qadi menjadi kurang responsif, oportunistik, tunduk pada kemauan politik, dan kebijakan hukum penguasa, meskipun jelas-jelas menyimpang dari syariat. Mereka tidak lagi menjalankan tugas amar ma’ruf nahi munkar dalam rangka mengontrol pengusaha dan berbagai kekuatan sosial yang bersaing tidak sehat.
Mereka tampil dalam posisi yang lemah dan defensif dalam menghadapi kebijakan pemerintah dan kekuatan yang lebih dominan yang terkait dengan syariat serta berlindung di balik penggunaan ra’yi dalam rangka mengamankan diri dari tekanan kezaliman penguasa yang menyeleweng itu.
            Situasi Andalusia yang dipegang oleh para penguasa yang tidak cakap da lemah mengundang kehadiran berbagai pihak lain yang bersaing dalam menanamkan pengaruh untuk memperoleh legitimasi dalam memegang tampuk kekuasaan politik yang sebenarnya.
Akibatknya, Khalifah hanya menjadi simbol yang tidak berperan secara signifikan. Disamping itu, muncul intervensi kekuatan non-muslim yang mengulurkan bantuan kekuatan kepada pihak yang dianggap menginginkan bantuan tersebut. Bantuan tersebut sudah tentu disertai persyaratan dan konsesi tertentu yang merugikan kaum muslimin. Kerjasama ini dinilai Ibnu Hazm bertentangan dengan syariat Islam karena secara politis memberi peluang kepada musuh untuk meruntuhkan Islam. Selanjutnya, muncul al-Muluk al-Thawaif yang mempergunakan gelar Amirul Mukminin dan gelar lainnya hanya layak bagi khalifah.Fuqaha Maliki tersebut cenderung bersikap toleran terhadap penyimpangan mereka bahkan bersikap diam ketika salah seorang dari mereka mengklaim dirinya sebagai khalifah keturunan Bani Umayyah yang sebenarnya hanya seorang berkulit hitam yang berasal dari Afrika.
            Kondisi sosial dan politik yang sedemikian parah telah menempatkan qiyas dan istihsan sebagai alat bagi timbulnya kolusi antara sebagian fuqaha dengan penguasa dalam memberikan berbagai fatwa hukum yang berkaitan dengan realitas kehidupan yang rusak.
Untuk memperbaiki kondisi tersebut, Ibnu Hazm memilih jalur untuk mengkaji hukum Islam mulai dari awal dengan kebebasan berijtihad dan menola taklid. Menurutnya, ijtihad adalah kembali kepada al-Qur’an dan hadis.Akibat sikapnya yang melawan arus itu, banyak diantara para fuqaha Maliki yang membenci dan memusuhi Ibnu Hazm.
Sosok Ibnu Hazm adalah seorang pemikir besar yang berasal dari suku Arab muslim. Ia telah membuktikan dirinya sebagai sumber literatur, sejarahwan, filolog, retorik, qadi, filosuf, dan teolog. Ia mampu menangkap dengtan cepat seluruh informasi mutakhir yang membuatnya produktif, meluaskan pengajaran, menyebarkan bahasa Arab, dan menyiapkan perangkat yang mendasari ilmu pengetahuan.
Beberapa faktor yang menyebabkan Ibnu Hazm berpengetahuan dan memiliki kepemimpinan hingga menempatkannya pada posisi yang tinggi adalah:

1.      Berkepribadian baik.
2.      Keunggulan yang diperolehnya melalui pendidikan menyatu dengan semangatnya dalam belajar dan merespon hal-hal yang aktual membentuk luas dan dalam pengetahuannya.
3.      Penguasaannya terhadap beberapa bahasa asing.
4.      Lingkungan keluarga yang kondusif mempengaruhi perkembangan karirnya.
5.      Aktif sebagai wazir  dalam urusan publik dan administrasi, karir dalam bidang politik dan militer ini membuatnya sangat tegas dan jelas dalam pemikirannya.
6.      Jabatan yang dipegang memberikan pengaruh positif dalam pengembangan karirnya.

Senin, 02 April 2012

Style in Red Pandora





What i wore : Inner , Cape red and tulipe pants zysku xena , wedges iwearUP , belt Les Femmes